Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perbedaan Anak Berdasarkan Didikan Orang Tua


Orang tua adalah gambaran real-time bagi anak-anaknya. Sedangkan orang lain merupakan pelengkap gambaran itu untuk keseimbangan pengetahuannya. Pada intinya orang tua-lah poros realtimenya pendidikan moral baik kini dan nantinya. Dan ini akan memberikan perbedaan pada anak berdasarkan ajaran orang tua.


Begitu banyak orang tua mengeluhkan perilaku anaknya. Dari sejak kecil orang tua sudah memberi penilaian pada anak tentang anak nakal dan anak baik. Orang tua kadang lupa dibalik nakal dan baiknya anak, bergantung pada apa yang disodorkan. Anak nakal dan baik dari mana asalnya, kalau bukan dari cara orang tua mengajari anak? Perbedaan anak anda dengan anak tetangga itu bergantung pada ajaran dan didikan orang tua dari rumah.


1. Anak jujur vs anak pembohong

Ada ibu / bapak kalau anaknya bohong, mencak-mencak pada anak. Padahal anak bohong karena diajari orang tua. Ada 8 Rahasia yang harus diajarkan pada anak kecil selain belajar membaca dan menulis. Salah satunya tentang "kejujuran".

Versi Anak bohong :

Suatu ketika ada orang menanyakan keberadaan orang tuanya, orang tuanya berkata kepada sama anak " bilang bapak / ibu tidak ada dirumah". Lalu anak menyampaikan apa yang dikatakan orang tua pada anaknya tadi untuk disampaikan kepada orang yang menanyai tadi..

Terus menurut kalian, anak itu belajar bohong dari siapa? Tentu dari orang tua, bukan?

Versi Anak Jujur.

Seseorang datang berkunjung kerumah, karena anak tahu siapa dan bagiamana tamu itu dalam kesehariannya, ketika tamu menanyakan anak yang membukakan pintu: ada ibu / bapak dirumah? Sontak anak berkata "tidak ada, mama sama bapak pergi!"

Ibu yang mendengar anak berkata dirinya tidak ada dirumah, langsung keluar menemui orang yang baru saja mencarinya.

Sesudah tamu keluar, orang tua memberitahu pada anak bahwa berbohong dengan alasan apapun itu tidak baik. 

Dari kedua contoh diatas, masing-masing anak akan menangkap apa yang diterima anak dalam keseharian orang tua dirumah. 



2. Anak malas vs anak rajin.

Jaman sekarang, orang tua tidak merasa terbebani moral anak-anak. Apapun perkembangan anak selagi tidak mengarah ke disabilitas tidak jadi masalah. Merasa bisa diatasi nanti. Entah bodoh atau pemalas.

Begitu besar, harapan orang tua mau jadi seperti yang dia mau. Tidak bisa juga begitu, semua ada proses yang berlangsung supaya jadi "orang".

Anak tidur sampai siang, orang tua biarkan. Orang tua mengerjakannya sendirian rela berpeluh karena tidak mau mengganggu anak menikmati tidur yang nyenyak sampai siang hari. Ujungnya sampai tua, orang tua yang harusnya bersantai setelah anaknya dewasa tetap saja bangun subuh sedangkan anak tinggal santai menghabiskan waktu.

Orang tua sering menggerutu melihat kelakuan anaknya yang ingin hidupnya enak tanpa bekerja. Anak sudah dewasa tetap menyusahkan orang tua. Tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, dibiarkan jadi pemalas. Jadi gunjingan orang. 


Lain lagi dengan orang tua yang sangat melatih anak supaya rajin. Tujuannya untuk anak juga. Anak diajarkan bangun harus pagi untuk mempersiapkan segala suatu bersama dengan orang tua. Anak dan orang tua saling bekerja sama menyelesaikan semua kerjaan. 

Kebiasaan anak di rumah, dewasa akan membawa ajaran orang tua tersebut dikehidupannya kelak. Dengan demikian anak tidak susah nantinya karena orang tua mengajarkan anak cara menyelesaikan pekerjaan. Setelah pisah dari orang tua, orang tua menjadi tenang karena tidak harus memikirkan bagaimana kehidupan dirumah barunya. Anak rajin pasti bisa dapat makan.



3. Anak Manja vs anak mandiri.

Anak Manja vs anak mandiri

Kehidupan anak-anak setelah dewasa bergantung sangat dengan didikan orang tua. Anak-anak manja dan anak yang mandiri bukan karena pengaruh kondisi kehidupan. Orang kaya dan orang miskin bisa sama-sama sukses karena orang tua mengajarkan anak dalam kemandirian.

Anak-anak yang dimanjakan orang tua, besarnya menjadi anak yang "sungkanan". Sungkan ambil makan sendiri, sungkan cuci baju sendiri, sungkan beresin kamar sendiri. Terbiasa dilayani sama orang tua atau pembantu.

Kalau masih dirumah orang tua, selagi orang tua masih ada, semua bisa beres. Begitu sudah merantau, sudah menikah, orang tua sudah tiada, semua bisa berubah. Dapat mertua yang cerewet kelar hidup loe. Dapat suami/istri yang kere yang tidak mampu gaji pembantu, banting tulanglah. Mulai dari nol.



Anak-anak tidak bisa langsung mengerti apa yang ajarkan orang tua, biarkan saja. Suatu waktu akan mengerti juga. Tetapi jangan jadikan anak menjadi anak yang manja. Ajaran keras orang tua selagi dirumah akan membuatnya nanti hidup lebih mudah.


Saat sudah merantau, sudah menikah bahkan setelah orang tua tiada, semua ajaran sekalipun itu keras akan sangat berguna kelak. Orang tua yang mendidik anaknya dengan mandiri suatu saat akan mendapat pujian dan ucapan terima kasih dari anaknya. 



Anak yang diajarkan dengan hidup mandiri bahkan setelah dewasa akan menjadi seperti harta Karun ditangannya. Akan menjadi orang yang tangguh dalam kerasnya hidup kelak yang ada di depannya.




4. Anak penurut vs anak pemberontak.

 Yang seringkali beban orang tua, anak tidak menurut apa kata orang tua. Pemberontakan anak dianggap murni kesalahan anak bukan orang tua.


Bagaimana itu terjadi?
Banyak orang tua memaksakan kehendaknya pada anak tetapi tidak memberi perhatian yang sewajarnya sebagai timbal balik. Kebutuhan anak bukan hanya terletak pada uang tetapi yang lebih penting orang tua memberikan kebutuhan emosionalnya.

Apa itu kebutuhan emosional bagi anak?
Kebutuhan emosional anak adalah perhatian dan kasih sayang orang tua yang cukup buat anak. Kalau anak merasa diperhatikan, merasa di sayangi, merasa dihargai, anak anak akan menghormati orang tuanya.


Tapi kalau orang tua mengajarkan sikap otoriternya pada anak, anak akan melihat bapaknya orang galak tapi tidak menyayanginya. Besar nanti akan ikut sifat bapaknya yang otoriter.


Hal ini membuat orang tua kehilangan wibawanya sebagai orang tua yang patut dicontoh dan dibanggakan. Kehilangan wibawa sebagai orang tua, akhirnya membuat anak pesimis akan gambaran orang tua yang lemah lembut dan perhatian. Yang dilihat dan ditangkap adalah sifat orang tua yang galak dan garang yang secara tidak sadar juga akan merasuk kedalam jiwa anak. Kegalakan orang tua menjadi warisan kepada anak.


Kalau anak menjadi pemberontak, bukan sepenuhnya salah anak, orang tua harus berkaca dalam penyampaian sosok seperti apa yang diajarkan pada anak. Kalau anak jadi pemberontak, itu salah orang tua yang tidak mendidik anak dengan baik. Atau orang tua menurunkan sifat itu kepada anak.



5. Anak yang suka berbagi vs anak pelit.

Anak yang suka berbagi vs anak pelit


Anak-anak seringkali suka berbagi versus anak yang pelit karena seringkali melihat orang tuanya dalam kehidupannya. Kalau anak sering dibawa kepada kegiatan kemanusiaan, maka anak akan menjadi orang yang suka berbagi nantinya. Tapi kalau orang tua selalu mengajak anak jalan ke mall, anak menjadi orang pelit nantinya.


Kalau anakmu suka berbagi makanan atau apapun tidak lepas dari didikan orang tua karena diajarkan lewat kata-kata dan juga dengan tindakan. Misalnya, orang tua sengaja memasak agak banyak supaya bisa di bagi sama tetangga. Anak akan mencontoh hal yang sama pula.

Kalau anak pelit itu juga karena ajaran orang tua. Ada tetangga yang minta tolong, lalu orang tua bilang, tidak bisa, lagi banyak kerjaan, maka anak mencontoh sifat orang tua yang berat memberi bagi yang minta tolong. Sifat pelit yang ditanamkan orang tua akan turun kepada anak.



6. Anak yang suka mengalah vs anak pemaksa.


Ada orang tua yang menanamkan prinsipnya pada anak, lebih baik mengalah sedikit dari pada sama-sama keras untuk menghindari pertengkaran.

Orang tua bisa saja tidak mau meminjamkan mainan anaknya pada anak tetangga. Tetapi demi anak tetangga bisa diam dari pada merengek dan menangis karena berebutan dengan anak sendiri, orang tua meminjamkan mainan anaknya.

Sebenarnya hanya ingin supaya anak tetangga diam, tetapi orang tua yang melakukan itu sedang mengajarkan anak tidak egois dan tentang: biarlah anakku mengalah memberikan mainan dipinjam. 

Kejadian seperti itu sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Anak saling berebutan. Tapi ada anak yang mau mengalah ada juga yang tetap berkeras. Orang tua harus bijaksana melihat perkembangan psikis anak,  mengajarkan anak saling berbagi dan memberi dan sedikit mengalah. Orang tua memberi pengertian kepada anak agar bisa menerima keputusan dan saat hal itu terulang kembali, anak akan melakukan hal yang sama belajar dari cara orang tua.


Namun ada orang tua membiarkan anaknya merampas yang bukan mainannya dan orang tua hanya sebagai penonton saja membiarkan anaknya melakukannya. Kemungkinan besarnya, besarnya anak ini nanti akan keras kepala ingin menang sendiri memaksakan kehendaknya. Ingin merebut milik orang lain dengan cara kotor.



7. Anak baik vs anak pencuri.


Kekayaan bisa menjadi masalah bisa juga jadi berkat. Tergantung menempatkan kekayaan itu sebagai apa.
Ada banyak kebingungan kenapa orang yang sudah kaya masih saja kemaruk mengambil yang bukan haknya dan bukan diperuntukkan bagi dirinya.


Tak dapat disangkal, kekayaan menjadi pengangkat derajat seseorang, nama baik seseorang. Dalam waktu singkat kekayaan bisa menjadikan seseorang tersohor lagi terhormat. Tak jarang, kekayaan menjadi incaran banyak orang.

Ada yang ingin menjadi kaya supaya bisa menolong orang yang tidak mampu, tapi ada juga pengen kaya supaya bisa kenyang perut buncit dan bisa ngapa-ngapain.


Ada yang sudah kaya tetap korupsi, maling, merampas hak orang lain, membunuh, berdusta padahal harta bergelimang. Bukan karena kekurangan, tapi karena didikan orang tua mengajarkan anak tentang harta dan tentang aku dan untukku.


Takut miskin, takut tidak dipandang, takut tersaingi. Padahal selama masa hidupnya sudah berselimut harta tetapi kenapa masih maling, masih korupsi, mengambil hak orang.


Saya mulai memperhatikan orang yang doyan pada korupsi, maling, mengambil yang bukan haknya disebabkan hidupnya selama ini bergantung pada uang. Uang dijadikannya tuhan. Hidup tanpa banyak uang serasa dunia runtuh. Terbiasa hidup dalam gelimang harta, jadi harta-lah menjadi prioritas utama dalam hidupnya.


Begitu juga dengan orang yang terkejut kaya, berpeluang untuk korupsi. Apakah orang tua tidak cukup mendidik anak supaya benih korupsi bisa diminimalkan?

Ya, itu peran orang tua yang tidak mengajarkan anak moral memandang kekayaan dengan cara yang benar. Coba diperhatikan, orang-orang yang melakukan pencurian, korupsi, kekayaan membuat mereka mengajarkan apa yang mereka mau. Semua berbicara tentang aku.


Untuk menghindari moral rusak mereka nanti dewasa, ajarkanlah terlebih dahulu anak untuk takut akan Tuhan. Jika roh takut akan Tuhan diajarkan pada anak, anak akan berhati-hati melakukan kejahatan.


Lagi pula kerusakan moral terjadi karena dalam hidupnya selalu menerima perlakuan istimewa dari kekayaan yang dimiliki orang tuanya. Bagi orang kaya, uanglah yang selalu berperan. Apapun masalahnya, uanglah jawabannya. Gelimang harta tidak sempat melihat orang yang susah, tidak punya rasa empati, tidak pernah merasakan mencukupkan diri didalam kekurangan. Selalu berbicara harta yang banyak, nama besar keluarga. 


Sesekali keluar dari kotak kekayaan, lihat orang sengsara dijalanan, lihat orang menderita kekurangan supaya nanti besar tidak mudah menjadi maling, tidak mudah korupsi karena ada yang membentengi pikiran yang kotor. Berkaca pada kehidupan diluar istana megah.





Post a Comment for "Perbedaan Anak Berdasarkan Didikan Orang Tua"