Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hati - hati, Bahaya Generasi Micin

Menyikapi dengan populernya sebutan generasi micin yang banyak dipakai orang pada jaman sekarang terhadap orang-orang yang dianggap sebagai "orang bodoh" karena sering melakukan tindakan yang memang benar - benar dianggap bodoh. Penggunaan kalimat ini begitu populernya dikalangan pengguna media sosial sejak kampanye pertarungan Pilkada DKI 2016 silam, tetapi yang membuat hati pilu pertarungan itu tidak berhenti hanya di pemilu saja, tetapi masih terus berlanjut sampai hari ini dan membuat banyak orang menjadi korban.


generasi perusak budaya
gambar : Google

Generasi micin bukanlah sebutan yang baik bagi generasi ini, bagaimana pun setiap orang mengharapkan sebuah generasi yang bisa membawa dirinya dan bangsanya kearah yang lebih baik, sayangnya, begitu banyak orang yang tidak lagi bisa berpikir menggunakan pola pikirnya dengan cerdas tetapi menggunakan emosi dan otot untuk melakukan sebuah  tindakan baik untuk pembelaan ataupun perlawanan.


Melihat keadaan sekarang ini saya pikir sebutan generasi micin yang disematkan kepada beberapa orang ada benarnya, bagaimana tidak, diera teknologi yang serba terbuka harusnya membuat generasi ini menjadi melek informasi dan pengetahuan. Keterbukaan informasi memungkinkan setiap orang bisa dengan mudah mengakses hal-hal yang ada dimuka bumi ini, tetapi yang terjadi begitu banyak orang yang hanya menonjolkan ego dan emosi dan hanya ingin ikutan saja atau cuma numpang tenar tanpa mengkaji terlebih dulu sebelum melakukan sesuatu. Saya tidak tahu apa yang ada dipikiran sebagian orang jaman sekarang, apakah karena kelebihan dosis atau kurang dosis (pengajaran)?.


Genarasi micin bukan tanpa sebab musabab timbul kepermukaan, dan dari analisa saya, Saya menduga itu karena banyaknya orang yang senang pamer kebodohan, entah karena berlagak bodoh padahal pintar atau benar-benar bodoh sehingga tidak mampu menganlisa apa yang keluar dari mulutnya. Suara-suara cempreng yang tanpa makna dan penuh kebodohan dan pembodohan terdengar dan terlihat dimana-mana. Anehnya tidak banyak yang menguji setiap kata perkata atau kalimat per kalimat yang masuk ketelinga mereka. Jadi timbul pertanyaan: Kenapa jadi banyak orang yang bodoh dijaman milenial ini dengan sumber pengetahuan yang super canggih?, apakah karena pengaruh makan micin seperti yang sering disebut orang sehingga disebut sebagai generasi micin yang konotasinya sebagai generasi bodoh? Dari sekian banyak tindakan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, saya merangkum beberapa tindakan yang sangat berbahaya bagi generasi kini dan generasi mendatang. Dan inilah contoh-contoh yang gemar dilakukan oleh generasi yang orang sebut sebagai generasi micin:


1. Generasi micin adalah generasi yang menonjolkan kebodohan



belajar keluar dari kebodohan
Otak digunakan digunakan untuk menimbang banyak hal


Mengajarkan sesuatu kepada orang lain padahal ia sendiri tidak mengerti lebih dahulu apa yang diajarkan sehingga jadilah sebuah ajaran bahlul. Muka buruk cermin retak

Banyak yang mengaku-ngaku ahli agama, pendidik, tokoh dan pengajar sampai penyampai firman tapi anehnya tidak tahu apakah yang diajarkan dan disampaikan sebuah kebenaran atau tidak, membangun atau malah memprovokasi serta memecah belah. Perkataan yang disampaikan tidak terlebih dulu dianalisa dan diuji apakah menyinggung orang lain atau tidak merupakan suatu tindakan kebodohan dan pembodohan yang sangat nyata fan berbahaya?. Akibatnya perkataan dan ucapan kosong yang tiada makna menjadi cambuk bagi tubuh sendiri dan jadi dilema dimasyarakat.


Sebagai seorang tokoh atau sebagai seorang pemberita harusnya tahu cara berbicara tanpa membuat berbagai spekulasi dimasyarakat yang dapat mendorong berbagai opini dikalangan masyarakat yang beraneka ragam ini. Sudah sangat banyak tokoh agama dan tokoh masyarakat justru memberikan bibit racun kepada masyarakat karena tidak menjaga ujaran, ajarannya dan ucapan lidahnya dengan baik sehingga akibat pemberitaan yang salah justru menjadi kontroversi dimasyarakat dan menimbulkan perpecahan karena adanya pro dan kontra yang menyulut amarah pada berbagai pihak. Seharusnya sebagai seorang pemberita, penyampai firman harusnya mengerti, memahami terlebih dahulu apa yang sedang disampaikan, dan diajarkan kepada anak-anak atau umatnya karena jika tidak mengerti dan memahami apa yang disampaikan bisa menjadi cambuk khususnya bagi tubuh sendiri, harus memperhatikan ajarannnya jangan sampai menabrak norma-norma yang ada dan menyakiti hati orang lain.


Dalam sebuah fakta sebagai contoh nyata adalah bagaimana seorang tokoh dengan ketidakmampuan dalam membedakan antara simbol palang merah - kemanusiaan (ambulance) dengan symbol sebuah agama. Padahal hanya dengan melihat sekilas sajapun bisa sangat jelas terlihat perbedaanya.


Seharusnya seorang publik figur maupun tokoh sebelum menyampaikan sesuatu apalagi yang sangat prinsip dan krusial alangkah sangat bijak bila mempelajari terlebih dahulu apa yang hendak diajarkan kecuali karena memang ada unsur kesengajaan. Dalam setiap ajaran tidak boleh ada unsur emosi dan kebencian karena dampaknya akan buruk dan luas sekali. Sebelum menyampaikan sesuatu terlebih kepada khalayak ramai dibutuhkan referensi untuk meneguhkan perkataan itu. Banyak referensi yang bisa dipakai sebagai sumber untuk mencari informasi yang bisa dibaca dan dipelajari supaya tidak dicap sebagai orang bodoh yang asal bicara yang mengarah kepada melakukan tindakan pembodohan.


2. Generasi micin adalah generasi copas alias NOL ide.

Yang terjadi sekarang ini banyak orang hanya copypaste, sehingga tidak ada ubahnya seperti seekor burung beo yang menirukan apa yang disuarakan oleh tuannya. Tidak bisa mengkaji secara nalar apa yang diterima oleh telinga, jadilah generasi copas (copy paste)

Menyampaikan sesuatu hanya berdasarkan copy paste tanpa mau menyelidiki sebuah fakta akan berakibat buruk bagi sebuah peradaban. Inilah bahaya besar yang dialami generasi sekarang sehingga generasi micin layak disematkan kepada orang yang hanya modal copy paste.

Memang manusia menginginkan sesuatu yang praktis, tetapi tidak harus membuat orang malas berpikir dalam melahirkan ide untuk mengalisa sebuah berita dan ajaran apakah benar atau palsu. Kebiasaan sebagian orang dengan kehidupan yang serba instan tidak lagi bisa mencerna setiap ajaran yang masuk kepikirannya melalui informasi secara konfrehensip, padahal diera keterbukaan, orang lebih bisa dengan mudah mendapat sebuah informasi dari sumber yang benar dan tentu tujuannya baik di masyarakat.


3. Suka ajaran yang bisa meninabobokan telinga.

Apapun perkataan yang keluar apalagi dari seorang tokoh yang dianggap terpandang dan diidolakan banyak orang akan dengan cepat ditelan mentah-mentah,  ajarannya dan perkataannya akan dibela meskipun sarat dengan kesalahan dan tipuan. Seorang tokoh yang sangat diidolakan akan sulit melihat kesalahan yang dilakukan idola tersebut, padahal apabila terlalu mengidolakan seorang tokoh bisa menjadi berhala bagi sang pengidola dan itu yang banyak terjadi sekarang ini.

Hal ini kita bisa lihat pada masyarakat, media elektronik dan media sosial, jika seorang tokoh yang menyampikan sebuah ajaran dan meski ajaran itu menyimpang dari ajaran universal akan dibela habis-habisan apakah karena alasan uang atau perut atau karena tidak mampu lagi melihat kesalahan yang dilakukan karena sudah terlalu nyaman dengan nyanyian ninabobo, yang salah jadi benar yang benar jadi salah. Nggak percaya ?Cek aja diakun-akun media sosial terutama pada kolom-kolom komentar. Banyak yang suka dengan dengan janji-janji manis dari manusia meskipun itu menyesatkan


4. Generasi micin tidak menggunakan otaknya secara cerdas.

Banyak orang sekarang ini belajar sesuatu hanya dari apa kata orang, hanya dari media sosial dan internet. Padahal banyak sumber lain yang bisa dipelajari termasuk dari kitab masing-masing sebagai dan merupakan sumber terbaik sumber ilmu pengetahuan dan kecerdasan. Saya tidak menyalahkan orang untuk belajar dari internet atau media sosial lainnya karena sayapun melakukannya, hanya saja yang sangat disayangkan, generasi micin tidak menggunakan rujukan kepada guru aslinya atau guru induk yang bisa menyajikan informasi, pengajaran, pengetahuan dan moralitas yang akurat dan memang kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.

Saya tidak tahu apabila seseorang menyampaikan sebuah ajaran apakah merujuk kepada kitab aslinya atau tidak,  yang dikhawatirkan jangan sampai informasi dan pemberitaan yang disampaikan dari hasil dengar-dengar dan tidak penuh alias setengah-setengah. Karena apabila ada penyimpangan masyarakatlah yang menerima dari buah pengajaran tersebut.


5. Generasi micin genarasi yang suka memaksa.

Suka memaksa orang kepada pemahamannya yang dangkal dan keliru. Menjudge orang lain dengan pemikirannya, sekalipun orang lain sudah jelas jelas tidak sepaham dan seprinsip dengannya. Yang lebih parah menganggap lebih mengerti prinsip orang lain oleh karena itu tak ayal ia akan sering menunjukkan sebuah kebodohan akibat dari pemaksaan. Karena bagaimanapun tidak mungkin terang menyatu dengan gelap. Sungguh tidak ada kamusnya itu.


Ditengah keberagaman dan perbedaan, setiap orang memiliki pemahamannya sendiri terhadap ajaran yang diyakini. Tidak boleh memaksa kehendak supaya pemahaman seseorang sama dengan pemahaman orang lain, dan apa yang di yakini juga harus diyakini orang lain.

Saya banyak menemukan hal ini didebat-debat yang biasa terdapat dikolom komentar pada media soaial., padahal ia sendiri tidak memahami keyakinan orang lain tetapi dengan naifnya memaksa apa yang dia yakini harus juga diyakini oleh orang yang tidak sekeyakinan dengannya. Terlihat sangat konyol tetapi fakta ini mengisyaratkan kepada kita betapa konyolnya generasi micin.


6. Generasi micin adalah generasi penebar kebencian.

Orang mengharapkan damai tetapi damai tidak datang; bagaimana bisa datang? karena dijaman sekarang terlalu banyak orang yang menebar kebencian dan karena damai datang hanya kepada orang atau bangsa yang suka damai.

  • Tidak mungkin berkat datang jika yang ditabur adalah kutuk.
  • Tidak mungkin keadilan datang kepada orang yang tidak berpikirpun apalagi bertindak berbuat adil.
  • Tidak mungkin keamanan datang jika dipikiran dan tindakan hanya kerusuhan. 
  • Tidak mungkin bahagia bila hasrat hanya ingin bikin orang susah dan pembuat masalah. 
Hukum itu kekal dan berlaku bagi siapa saja, apa yang ditabur itu juga yang dituai.


Seperti yang nyata dimedia- media, nyaris tidak bisa ditemukan komentar sehat yang mengandung budaya damai, kasih, persaudaraan, semua berlomba-lomba melampiaskan kekesalan, kemarahan dan kebencian kepada orang yang dianggap tidak sepaham dengannya. Bila ada kesempatan semua berusaha adu argumen, adu kambimg, adu kebodohan, pakai bahasa yang mengancam  lagi. Bayangkan ini terjadi beberapa kurun waktu, warisan apa yang diterima oleh generasi ini dan generasi yang akan datang. Mungkin suatu saat mereka akan berkata; kenapa saya harus ada diwarisan pembenci, pemarah dan penghujat?


7. Generasi micin berotak tumpul.

Kebodohan muncul karena kemalasan, malas belajar malas menggali sesuatu untuk sebuah pemahaman baru. Tanpa dibekali ilmu pengetahuan dan pemahaman dan pengenalan si otak tumpul sudah berani koar-koar seolah memiliki segudang pemahaman dan pengetahuan ternyata  hanya seujung kuku yang akhirnya menjadi bulan-bulanan dan bahan olok-olokan. Bukan jadi berkat malah jadi batu sandungan akibatnya tetsandung dengan batu kebodohan. Yang mengajarkan bodoh yang mendengar juga bodoh, sama-sama bodoh akhirnya terlepar kedalam kubangan kebodohan akhirnya kebodohan kekalpun terjadi. Jadi, binasa karena kebodohan.


8. Generasi micin tidak dapat beradaptasi.

Sebuah pepatah lama berkata: Dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak; artinya bahwa dimanapun seseorang menjunjung langit wajib hukumnya ikut budaya dimana ia berpijak. Bila sebelumnya budaya yang dianut adalah budaya barbar, bila masuk wilayah orang harus bisa menempatkan diri dimana ia berpijak/ tinggal, jangan bawa budaya barbar jika saat berada diwilayah yang memegang budaya damai, kasih, budaya yang menghargai perbedaan, itu namanya manusia tidak tahu diri dan tidak tahu di untung. Bagaimana tidak disebut tidak tahu diri, Wilayah sudah menjamin keamanan, hidup gratis, bebas menggunakan sumber daya alam masih berkhianat dengan membawa budaya barbar sehingga menggangu ketentraman umum.


9. Generasi micin adalah generasi yang baperan.

Tentang hal apapun selalu memposisikan diri sebagai pribadi dan kelompok yang teraniya dan dianiya, merasa selalu dipersalahkan sehingga menganggap bahwa dirinya sebagai korban karena tidak memiliki gambar diri yang jelas dan benar. Seandainya walau sedikit memiliki gambar diri yang benar saya yakin ia akan bisa melihat dan menempatkan segala sesuatu pada posisi dan porsi yang tepat. Bahaya dari orang atau kelompok yang selalu baperan adalah sangat mudah tersinggung walau tanpa alasan, selalu menaruh curiga walau orang lain niatnya baik.

Orang yang selalu baperan akan sulit diterima oleh orang lain, kecuali karena memang sama-sama baperan maka klop dah bahasanya.


10. Generasi micin generasi yang tidak berwawasan luas.

Wawasan itu perlu dalam menyeimbangkan antara keyakinan, pengetahuan dan pemahaman. Jangan menjadi seperti katak dalam tempurung, apalagi dalam menyampaikan sesuatu kepada khalayak ramai jangan cuma modal pas-pasan. Dunia ini jangan dibuat sempit oleh pemikiran yang kerdil, karena jika itu yang dibawa maka yang terjadi hanyalah kesombongan dalam kebodohan, itu juga yang menyebabkan sebagian orang, tubuh dijaman millenial tapi otak tertinggal dijaman batu. Hati membatu sehingga tidak punya peluang untuk mengasihi, menghargai dan memanusiakan manusia sebagaimana layaknya manusia sama dimata Tuhan dan ciptaan Tuhan.


11. Generasi micin adalah generasi pengutuk.


perilaku generasi micin yang sedang ucapan kutukan
Badai merupakan akibat dari ucapan kutuk


Saya sering heran dengan orang jaman sekarang yang senang dengan ucapan - ucapan kutuk, seperti tidak ada pengontrol dalam mulut dalam berkata - kata. Merasa dalam berbicara tidak ada konsekwensi yang mungkin terjadi, padahal jika memiliki kecerdasan dengan melihat apa yang sering terjadi di depan mata, seharusnya orang yang suka mengutuk bisa mengambil sebuah pelajaran apa yang mendasari setiap kejadian yang terjadi. Dengan kata lain dengan ucapan - ucapan kutuk yang sering diucapkan dapat mengubah atmosfir dimana ia mengucapkan kutuk tersebut. Kutuk yang sering diucapkan tidak selalu terlaksana terhadap orang atau kelompok yang di serang, karena kutuk hanya berlaku kepada orang yang yang melakukan kejahatan bukan kepada orang yang dalam kebenaran atau kebaikan. Atau dengan bahasa sederhananya alam punya keadilan juga.

Banyak orang yang menjerit ketika menghadapi sebuah masalah dan bencana. Siapakah yang akan di persalahkan dengan kejadian - kejadian ini? Seringkali manusia tidak merasa bersalah dengan apa yang menimpa suatu daerah atau wilayah atau bahkan diri sendiri dan malah sibuk menyalahkan orang lain, kutuk - mengutuk, kecam - mengecam, hujat - menghujat yang padahal bisa saja ucapan kutuk yang pernah keluar dari mulut seseorang itulah yang menyebabkan masalah dan bencana menimpa dirinya. Berhentilah dari sekarang mengutuk apalagi sudah ada yang mengingatkan, alangkah baiknya jika sesama manusia saling membangun, saling memberkati. Bagaimana, anda setuju dengan saya?



Bagaimana cara memperoleh gambar diri atau citra diri yang benar?



Post a Comment for "Hati - hati, Bahaya Generasi Micin"