Menyisir Beratnya Kehidupan Ditengah Pandemi Covid-19. Dari Stress sampai Takut Akan Kematian.
Dampak Covid-19 - Corona Virus |
Menyisir Beratnya Kehidupan Ditengah Pandemi Covid-19. Dari Stress sampai takut Kematian - Tidak ada yang menyangka kehidupan akan terjadi seperti sekarang ini. Seperti seseorang yang tiba-tiba diasingkan kesebuah pulau terpencil yang tidak ia ketahui sebelumnya. Itu yang sedang terjadi disaat pandemi ini. Imbasnya terlihat nyata dan dirasakan. Jelas sekali hidup mulai terasa sulit. Kebebasan terenggut. Saat inilah saya, Dengan mencoba menyisir Beratnya hidup ditengah pandemi yang sedang melanda, tidak ada yang siap. Semua dipaksa harus menerima kenyataan sekalipun dalam keadaan ngos-ngosan, karena nyatanya tidak siap akhirnya semua terasa nyungsep. Keluhan ada dimana-mana.
Diawal merebaknya kabar tentang virus ini, masih ada orang menganggap ini hanya sebagai lelucon. Akhirnya menciptakan meme sebagai reaksi dari leluconnya. Makin kesini rupanya makin terasa, makin besar dampaknya. Ketakutan pun mulai menghantui dan sangat menyiksa. Sesaat setelah pengumuman adanya pasien positif Covid-19 dan instruksi untuk pencegahannya dari pemerintah. Kebebasan mulai hilang. Masih lekat diingatan ketika dalam seketika harus berburu masker dan hand sanitizer. Masker dan hand sanitizer menjadi barang langka karena dengan serta Merta menjadi ladang empuk untuk para garong untuk meraup keuntungan. Masker susah di cari begitupula hand sanitizer dan berbagai produk vitamin menjadi barang langka dalam sekejap.
Sekali barangnya ada, harganya selangit. Tidak masuk logika. Tapi itulah kenyataannya. Itulah mungkin sebagian wajah Indonesia yang kemaruk. Begitu juga dengan alat pelindung diri yang seyogyanya untuk instrumen bagi tenaga medis itupun habis diborong oleh masyarakat.
Nyatanya, memang siapa pun tidak ada yang benar-benar siap menghadapi virus menular ini. Karena ini adalah penyakit menular dan tidak kelihatan. Siapa saja bisa beresiko tertular jika tidak waspada dan menjaga diri dan kesehatan dengan baik.
Semakin lama dampaknya semakin terasa. Kadang sampai tidak terpikirkan bagaimana akhir dari semua ini. Hanya berharap bisa segera berakhir dengan segera karena dampaknya dirasakan semua lini. Ada yang begitu keras menghantam ada juga dengan lembut dan santuy. Tapi Semua turut mengalami dan beresiko untuk terserang.
1. Banyak perusahaan mem-PHK karyawan akibat perusahaan tidak lagi sanggup membayar gajinya.
Pekerja dan karyawan terkena imbas langsung. Yah, karena virus Corona ini sifatnya menularkan kepada orang lain. Pergerakannya pun sangat cepat. Ini yang membuat hampir semua orang merasakan imbas apalagi masyarakat kecil. Maka semakin bertambahlah jumlah pengangguran dan kemiskinan. Sejalan dengan itu kejahatan pun terus meningkat. Tidak ada orang yang sanggup menahan kelaparan. Dari pada mati konyol lebih baik mati dengan usaha. Apapun bisa dilakukan orang demi untuk perut sejengkal itu.
Di bagian lain, perusahaan yang tidak mampu membayar gaji karyawan secara full dibuatlah sistem bagi jadwal untuk mengurangi aktivitas kantor. Sehari masuk, sehari libur atau aturan lain supaya tidak full masuk kerja dalam sebulan. Dari sini perusahan dapat memotong gaji karyawan sesuai hari kerja yang ditetapkan.
2. Kematian terjadi dimana-mana, tidak pandang usia, status sosial. Bagi virus Corona semua rata.
Penyakit Covid-19 tidak memandang orang, karena tidak punya mata, dan juga tidak punya perasaan sehingga bisa memilih-milih siapa yang akan diserangnya. Siapapun bisa diserang kalau tidak ikuti aturan protokol kesehatan dari pemerintah. Tidak ada hal sepele dalam menyikapi pandemi ini. Sama rata.
Virus ini benar-benar tidak membandingkan siapa kamu dan siapa aku. Benar-benar kesenjangan sosial dipukul rata. Pandemi Covid-19 tidak membandingkan siapa kamu dan apa jabatan kamu dari keturunan mana. Saat meninggal pun, Penguburannya hanya dilakukan sesuatu ketentuan penanganan Covid-19. Benar-benar miris dan menyedihkan.
Mungkin Tuhan juga sedang lelah melihat manusia ini sehingga harus di tegor dengan cara seperti ini. Bahwa dihadapan Tuhan, tidak ada kalangan bawah atau atas, terpelajar atau hamba, semua sama. Bedanya siapa kamu dihadapan TUHAN apakah orang benar atau bukan. Manusia benar-benar di uji.
3. Ibadah bangunan ditiadakan sampai semua pasien dinyatakan sembuh total melalui uji laboratorium.
Negeri sedang dibikin panik. Orang-orang religius didalam bangunan akan menjerit karena tidak bisa ibadah dalam gedung peribadatan mereka. Ada dengan kesedihannya curhat dan menangis karena tidak bisa berkumpul dengan saudara seimannya. Sebagian lagi ada yang santai dan biasa saja terutama bagi orang yang tidak lagi pernah pergi beribadah dirumah ibadah. Ada juga yang rela tertular demi bisa masuk rumah ibadah. Yah orang-orang bandel akan merasakan dampaknya. Beberapa orang sudah duluan menghadap Tuhannya karena mengabaikan larangan pemerintah.
Ini perlu di bukukan buat sejarah kelak bahwa pandemi virus Corona atau Covid-19 satu-satunya produk luar yang berhasil menutup semua tempat ibadah dan tidak ada satu orang pun yang bisa melawan. Semua tunduk. Semua taring-taring selama ini, jika ada yang membatasi ibadah, taring ini akan keluar, sekarang melemah tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi sebagian besar ini kondisi yang menyiksa. Bukan hanya rakyat bawah, kolong melarat eh konglomerat Meringis gigit jari. Usaha bisnis agama merosot dan ada yang gulung kelambu, gulung carpet, salah lagi, gulung tikar dihajar virus Corona.
Kehidupan hedonis berangsur ambyarr tak kala tak mampu bayar cicilan credit yang seabrek tatkala job masih klingis duit ngalir deras lalu banyakin hutang. Kehidupan ini memang kadangkala cepat berputar seperti mimpi.
4. COVID-19 membuat orang menjadi orang pintar dan Cerdas sekaligus stress dan tak jarang/ sedikit pula yang semakin memperlihatkan banyaknya kebodohan yang selama ini tidak kelihatan.
Covid-19 banyak memberikan inspirasi. Akibat Covid-19 ini tiba-tiba saja orang menjadi pintar, semua jadi ahli semua jadi pengajar.
Penerapan pembatasan sosial dan pembatasan fisik membuat orang tetap dirumah. Mereka yang selama ini kerjanya menggosip tiba-tiba berubah jadi ibu bijak. Mengajar anak bahkan ada yang sampai stress, memasak dirumah. Penggiat tiktok menjadi salah satu hiburan. Penyanyi dadakan dan berusaha cari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang terkena phk.
Sebentar lagi mau lebaran, harus bantiing setir mencari penghasilan tambahan. Bosan dirumah menunggu pelanggan akhirnya jualan online. Malas hanya dirumah akhirnya berkebun walaupun hanya memanfaatkan tanah kosong sejengkal. Semua berlomba untuk menjadi kreatif. Semua dipaksa untuk pintar dan cerdas secara mendasar dan otodidak.
5. Tiap hari di cekoki masker dan sabun pencuci tangan
Masker terbaru era Covid-19 |
Terasa sekali kebebasan dan kemerdekaan terusik dan terpenjara. Belum pernah kan melihat masker jenis ini? Hanya ada di era milenial saat Pandemi di era Covid-19. Hari-hari bertambah ribet karena tiap hari dipakaikan masker dan harus rajin cutta (cuci tangan). Menghirup udara tanpa beban masker terasa mahal. Padahal betapa enaknya menghirup udara langsung walaupun terkadang dengan asap knalpot dan polusi udara. Akan terasa lebih rileks. Sembari usap-usap muka. Sekarang mana bisa? Tidak pakai masker akan digiring kebuah tempat untuk dikarantina selama 24 jam.
6. Perut harus diikat sekencang-kencangnya supaya hari esok masih ada makanan..
Pembatasan sosial dan hancurnya ekonomi membuat sebagian perusahaan harus menutup usahanya atau mengurangi pekerjanya. Disampingnya permintaan yang rendah dan nyaris tidak ada, sebagian usaha harus banting setir memproduksi barang lain sesuai permintaan pasar supaya usaha tetap jalan dan pegawai tetap dapat gaji. Sebagian pemilik usaha harus membuang sebagian lagi pekerjanya karena tidak mampu bayar.
Sebagian ada yang menerapkan jadwal pengaturan libur masuk libur masuk untuk mengurangi beban perusahaan yang tidak mau bayar full gaji pegawainya. Mengeluh apa daya. Terpaksa ikat perut demi kelanjutan hidup esok. Tidak mampu lagi bayar kontrakan akhirnya pulang kampung dan ada yang memilih tinggal dibawah kolong jembatan dengan hanya mengharapkan derma orang-orang baik yang mau membagikan rezekinya buat mereka.
Beragam kehidupan ditengah situasi Pandemi yang menimpa dunia saat ini. Untuk bisa tetap eksis bertahan hidup sudah syukur-syukur. Di tengah kekacauan ini hanya Bisa menikmati saja tanpa bisa berbuat banyak.
7. Anak sekolah diliburkan karena gedung-gedung sekolah ditutup.
Belajar dari rumah |
Untuk mengganti proses belajar mengajar dibukalah sistem mengajar secara daring supaya proses belajar mengajar tetap lanjut. Menunggu sampai pandemi ini berakhir itu pekerjaan sia-sia. Sebab tidak ada yang tahu akan semua ini kapan berakhir. Banyak perkiraan kapan akan berakhir tapi tidak ada yang bisa pastikan akan berakhir sesuai perkiraan tersebut.
Orang tua dirumah ikut menjadi anak didik bagi anak-anak mereka untuk mendampingi siswa guru yang harus belajar dari rumah. Anak tanpa pengawasan orang tua, anak-anak akan mengabaikan PR yang dikasih kepada mereka lewat siaran TV di TVRI tersebut.
Sudah tidak kerja, penghasilan merosot anak-anak juga harus didampingi saat belajar. Banyak dari orang tua yang akhirnya mengeluhkan keadaan mereka ditengah pandemi ini. Yang sabar saja ya para orang tua. Ada yang curhat mereka stress menghadapi soal-soal mata pelajaran yang diberikan oleh guru. Secara jaman mereka sudah berubah dengan jaman sekarang dan kurikulum juga otomatis berbeda pula..
Post a Comment for "Menyisir Beratnya Kehidupan Ditengah Pandemi Covid-19. Dari Stress sampai Takut Akan Kematian."